Sekitar 200 juta tahun yang lalu, seekor lintah melepas kepompong
berlendir yang tanpa disadari membungkus dan menjebak hewan aneh dengan
ekor yang elastis, mengawetkannya sampai para peneliti menemukan
makhluk yang berbentuk seperti tetesan air mata itu di Antartika
baru-baru ini.
Kepompong tersebut tampak seperti yang dihasilkan
oleh lintah hidup, seperti lintah yang digunakan untuk pengobatan.
Terbungkus di dalamnya, adalah hewan yang seperti bel yang tampak mirip
dengan spesies di genus Vorticella, tubuhnya memanjang 25 mikron
(selebar sekitar beberapa helai rambut manusia) dengan sebuah tangkai
yang melingkar erat yang panjangnya sekitar dua kali lipat dari itu.
Dan
sama seperti semua eurkaryotes, organisme tersebut dilengkapi dengan
sebuah inti — dalam hal ini, sebuah inti berbentuk tapal kuda besar
terdapat di dalam tubuh utamanya. (Satu mikron sama dengan sepersejuta
meter).
Hewan yang berbentuk seperti bel tersebut hidup selama
Zaman Trias Akhir, ketika suhu Bumi jauh lebih hangat, dengan hutan
hujan lebat memenuhi pegunungan yang sekarang dikenal dengan
Transantarctic Mountain Range, tempat hewan tersebut ditemukan. Pada
saat itu, Antartika merupakan bagian dari superbenua Gondwana, meskipun
masih terletak di wilayah lintang tinggi.
Penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa tangkai melingkar, yang digunakan untuk mengikat
substrat, mungkin merupakan salah satu mesin seluler tercepat yang
pernah diketahui, perubahan dari struktur seperti kabel telepon ke
kumparan ketat pada kecepatan sekitar 8 cm per detik.
Mengawetkan jaringan lunak
Mungkin
hal yang lebih menakjubkan adalah bahwa makhluk bertubuh lunak dan
mikroskopis tersebut selamat dalam masa yang keras tersebut. Mengawetkan
organisme bertubuh lunak seperti makhluk tersebut dengan lama sangatlah
rumit dan memerlukan beberapa bantuan dari luar untuk menjaga jaringan
tersebut terhindar dari kerusakan.
Dalam kasus ini, kepompong
yang berlendir tersebut berfungsi lebih baik dalam mengawetkan hewan
daripada yang dilakukan getah pohon alias ambar.
"Pengawetan
semacam ini memang cukup aneh, tapi organisme bertubuh lunak biasanya
tidak bisa menjadi fosil kecuali jika mereka dengan cepat masuk ke dalam
medium yang mencegah pembusukan lebih lanjut," kata para peneliti dan
ahli paleobotani, Benjamin Bomfleur, dari Biodiversity Institute di
University of Kansas kepada LiveScience.
Berikut adalah pendapat
para peneliti tentang bagaimana pengawetan cepat tersebut terjadi:
"Seekor lintah mengeluarkan kepompong berlendir yang disimpan di bawah
air atau di daun yang basah, di suatu tempat dalam sistem sungai yang di
masa kini disebut Antartika," kata Bomfleur.
Hewan berbentuk bel
tersebut pasti menggunakan tangkai panjang yang mampu menyusut dengan
cepat untuk menempelkan dirinya ke kepompong segera sesudah itu,
sehingga membuatnya terjebak dan benar-benar terbungkus oleh kepompong
yang masih berlendir tadi, dan mengeras dalam beberapa jam hingga
beberapa hari.
"Kepompong dengan hewan seperti bel tadi kemudian
tertanam di dalam lumpur yang dari waktu ke waktu berubah menjadi
lapisan sedimen tempat kami menemukannya sekitar 200 juta tahun
kemudian," jelas Bomfleur.
Satu-satunya contoh lain dari
pengawetan jenis ini berasal dari kepompong berusia 125 juta tahun yang
membungkus cacing nematoda dan ditemukan di Svalbard.
Mengidentifikasi makhluk aneh tersebut
Ketika
Bomfleur pertama kali melihat hewan kecil dalam sampel yang ia
kumpulkan dari Antartika, dia tidak tahu apa yang ia lihat dan tidak
punya waktu untuk berkonsultasi dengan seorang ahli mikrofosil seperti
ini, karena ia sedang menyelesaikan gelar doktornya.
"Pada
tahun ini, saya akhirnya menemukan waktu yang tepat untuk mencari
seseorang yang memiliki keahlian tentang mikroorganisme air tawar untuk
mendapatkan pendapat ahli terhadap penemuan itu," kata Bomfleur, seraya
menambahkan bahwa ia menghubungi Ojvind Moestrup dari University of
Copenhagen.
Bomfleur ingat saat Moestrup melihat fosil tersebut
dan berkata, "Untuk mengidentifikasi mikrofosil sering kali sangat sulit
atau tidak mungkin, tapi yang satu ini ternyata mudah. Vorticella
ciliata dan struktur sprial tersebut adalah tangkainya."
Bomfleur dan rekan-rekannya merinci penelitian mereka pekan ini dalam jurnal “Proceedings of the National Academy of Sciences”.
Oleh Jeanna Bryner, Managing Editor LiveScience | LiveScience.com
Foto & Sumber
No comments:
Post a Comment